Senin, 13 Desember 2010

Cara Agar Pacar Makin Sayang Sama KIta

Cara Agar Pacar Makin Sayang Sama KIta

Di bawah ini adalah beberapa hal yang perlu anda lakukan agar hubungan anda tetap menyenangkan dan lancar dengan pacar tercinta sehingga dapat menikahinya :

1. Komunikasi Yang Intensif

Dengan teknologi yang sudah maju anda bisa sering menelpon dan mengirim sms ke dia dengan obrolan yang segar dan tidak membosankan. Usahakan bisa menelfon si dia setiap malam hari dengan tarif yang murah meriah sehingga anda dapat berlama-lama ngobrol dengannya berdua. Jika si doi sudah merasa nyaman dan senang ditelfon maka komunikasi yang anda lakukan dalam kondisi yang baik.

Hindari menanyakan hal yang sama berulang-ulang dan dapat membuat pasangan anda bosan menjawabnya. Jika anda mempunyai sesuatu hal yang menarik dan baru, sampaikanlah. Selain malam hari, jangan ganggu si dia terlalu lama. Cukup dengan telepon sebentar dan beberapa sms segar. Jangan paksakan melakukan komunikasi jika keadaan sedang tidak memungkinkan.

2. Beri Perhatian Lebih

Perlakukan si dia berbeda dan lebih baik dari orang lain. Ketika dia ulang tahun atau event-event tertentu ucapkan selamat dan juga bisa anda beri hadiah. Buatlah seolah-olah dia seorang yang spesial dan anda tidak mau kehilangan dirinya. Jika doi ada masalah, bantulah minimal dengan mendengarkan curhat serta membantu dengan memberi solusi.

3. Ungkapan Cinta Yang Tulus Dan Wajar

Jangan memberi ungkapan gombal yang berlebihan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ungkapkan cinta anda secukupnya secara wajar tidak dibuat-buat alias maksa. Buat varasi ungkapan cinta anda dengan berbagai metode dan cara agar tidak monoton.

4. Pelajari Sifat Dan Perilaku

Amati dan pelajari apa-apa yang ia sukai dan apa-apa yang tidak disukainya. Jika anda sudah tahu, jangan lakukan hal-hal yang tidak ia sukai dan lakukanlah apa yang ia sukai selama tidak melanggar aturan hukum, norma dan agama serta tidak membebani anda. Hindari hubungan seks di luar nikah untuk menghindari masalah pelik yang dapat muncul. Tolak dengan baik ajakan-ajakan yang berbahaya, karena belum tentu ia akan menikah dengan anda.

5. Jangan Pelit Dan Matre

Ketika sedang pergi berdua jika memungkinkan tanggunglah biaya-biaya pacaran berdua seperti makan, nonton, belanja, jajan, transport, dsb. Jangan maunya dibayari saja tanpa mau mengorbankan sedikitpun uang anda untuk orang yang anda sayangi. Tetapi jika salah satu ada yang sudah bekerja dan yang satunya tidak bekerja, dibayari adalah sesuatu yang wajar.

6. Perjelas Hubungan Ke Depan

Komitmen menikah merupakan sesuatu yang penting dan perlu disepakati yang menunjukkan bahwa anda dan pasangan saling mencintai. Komitmen tersebut bisa diungkapkan di awal maupun setelah lama berhubungan. Semakin jelas hubungan anda dengan dirinya, maka semakin kuat ikatan batin anda dengan si dia. Terlebih lagi jika keluarga kedua belah pihak telah mengetahui serta merestuinya. Berdoalah kepada Tuhan agar anda kelak bahagia bersama pasangan anda.

7. Hubungan Keluarga Yang Baik

Jaga hubungan baik dengan anggota keluarga si dia jangan sampai menimbulkan masalah dan citra yang negatif. Jika ada masalah segera selesaikan secara kekeluargaan bersama pasangan anda. Pernikahan tidak hanya penyatuan seorang laki-laki dengan perempuan, tetapi juga menikahkan kedua keluarga.

8. Jujur Dan Menjadi Diri Sendiri

Jadilah sebagai diri sendiri dan tidak meniru adegan sinetron, novel, film, dan sebagainya. Tanpa berpura-pura menjadi seseorang yang sempurna, kita akan merasa bebas lepas tanpa beban dalam menjalani hubungan cinta anda.

Usahakan tidak membohongi kekasih anda dan katakan apa adanya sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Sekali berbohong maka anda harus membuat kebohongan lainnya untuk menutupinya. Jika telah menikah nanti akan lebih indah jika saling jujur tanpa ada dusta diantara anda dengan dia.

9. Menjaga Emosi

Jangan membalas emosi dengan emosi. Gunakan kesabaran yang tinggi untuk meredam amarah si dia. Ungkapkan anda tidak suka jika dia marah membabi-buta. Jika si dia melakukan kesalahan atau kebohongan pun jangan sampai emosi anda meledak-ledak. Tetap tenang dan gunakan akal sehat dalam menjalani suatu masalah. Berbicaralah baik-baik dan lembut namun tegas dalam menyikapi sesuatu karena emosi terkadang sifatnya hanya sementara. Emosi yang saling beradu sangat berbahaya dalam menjaga hubungan agar tidak putus cinta.

10. Selesaikan Masalah Yang Ada Secepatnya

Jangan menunda-nunda untuk mencari pemecahan dari masalah yang timbul. Jika keadaan dibuat mengambang terlalu lama maka bisa jadi si dia akan berpaling dari anda dan menjalin cinta yang lain. Sedapat mungkin hubungan yang terjalin dapat kembali mesra seperti sedia kala setelah masalah terselesaikan.

11. Selalu Setia

Hal yang sangat penting adalah menjaga kepercayaan si doi. Jika anda ketahuan pacaran lagi dengan orang lain maka hancurlah hati si dia jika mengetahuinya. Jangan pernah menduakan cinta anda, karena itu sangat membahayakan hubungan anda dengan pacar anda.

12. Seimbang / Tidak Ada Dominasi

Jangan sampai hubungan yang berjalan menjadi kurang nyaman karena yang satu dianggap atau menganggap dirinya lebih dewasa, lebih pintar, lebih kaya, dan sebagainya. Buatlah diri anda dengan dirinya seimbang satu sama lain tanpa perbedaan. Keadaan yang seimbang antara pria dan wanita seperti teman akan sangat menyenangkan daripada yang satu harus selalu menuruti kemauan salah satu pihak terus menerus seperti pembantu.

13. Lakukan Hal-Hal Yang Menyenangkan

Sesuatu yang membuat anda berdua senang tidaklah harus yang berharga mahal. Mungkin dengan belanja bersama ke pusat perbelanjaan, jalan-jalan naik motor berdua atau duduk berdua di bangku taman yang gratis dapat menyenangkan kedua belah pihak. Nikmatilah masa-masa pacaran anda yang indah agar tidak menyesal nantinya ketika menikah.

- Semoga kisah cinta anda berdoa dengan pacar selalu lancar aman terkendali hingga jenjang pernikahan yang suci dan sakral.

Kamis, 25 November 2010

LAPANGAN PRAKTIK PELAYANAN PROFESIONAL KONSELOR

Seorang pendidik profesional dalam bidang konseling, yaitu
konselor yang sudah memegang gelar profesi Konselor (Kons.)
memiliki kewenangan untuk berpraktik menyelenggarakan proses
pembelajaran dengan menggunakan modus pelayanan konseling
terhadap sasaran layanan, baik apda setting persekolahan maupun
di luar persekolahan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
seorang pemegang gelar profesi Konselor memiliki semacam
“perluasan kewenangan” tidak hanya untuk bekerja pada setting
pendidikan formal saja, melainkan juga pada setting lainnya juga
di luar persekolahan. Kewenangan yang lebih luas ini membuat
profesi konseling memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam
menampilkan dan menjaga kemartabatannya.20)
A. MODUS PELAYANAN KONSELING 21)
Modus pelayanan konseling merupakan bentuk proses
pembelajaran yang diselenggarakan oleh konselor yang
terkandung di dalamnya jenis layanan konseling, kegiatan
pendukung, tahapan operasional, format pelayanan yang secara
menyeluruh disusun/ direncanakan oleh konselor demi
suksesnya elayanan tersebut untuk kepentingan sasaran
layanan.
1. Jenis Layanan
Sebagaimana telah disinggung terdahulu, ada Sembilan
jenis layanan konseling yang dapat digunakan pada semua
setting pelayanan., dalam wilayah persekolahan maupun di
luar persekolahan, yaitu:
a. Layanan Orientasi
b. Layanan Informasi
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran
d. Layanan Penguasaan Konten
e. Layanan Konseling Perorangan
f. Layanan Bimbingan Kelompok
g. Layanan Konseling Kelompok
h. Layanan Konsultasi
i. Layanan Mediasi
Sebagai metode dan cara-cara pelayanan terhadap klien,
jenis-jenis layanan tersebut di atas merupakan “kekayaan”
konselor yang sewaktu-waktu dapat dikeluarkan dan
diterapkan dalam praktik pelayanan profesionalnya. Masingmasing
jenis layanan itu dapat secara sendiri-sendiri ataupun
juga secara eklektik digunakan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan klien.
2. Jenis Kegiatan Pendukung
Untuk menyokong suksesnya aplikasi berbagai jenis
layanan konseling tersebut di atas, sejumlah kegiatan
pendukung perlu diaktifkan oleh konselor, yaitu:
a. Aplikasi instrumentasi
b. Himpunan Data
c. Konferensi Kasus
d. Tampilan Kepustakaan
e. Kunjungan Rumah
f. Alihtangan Kasus
Dari sejumlah kegiatan pendukung itu, yang sedapatdapatnya
tidak perlu dilakukan adalah “alih tangan kasus”,
dalam arti konselor benar-benar mampu menyelenggarakan
pelayanan yang benar-benar berhasil sesuai dengan
kebutuhan klien yang memerlukan bantuan. Itu tidaklah
berarti bahwa adalah sesuatu yang tabu bagi konselor untuk
mengalihtangankan kasus kepada ahli nyang berwenang,
terlebih-lebih lagi apabila konselor mengingat “daerah
larangan” untuk menggarapnya, yaitu kondisi sasaran
layanan (klien) yang terkait dengan penyakit (penyakit fisik
dan mental), kriminal, keabnormalan akut, ilmu hitam
seperti guna-guna dsb, serta peredaran narkoba. Aplikasi
kegiatan pendukung sangat tergantung pada kondisi jenis
layanan yang digunakan oleh konselor dalam melayani
kliennya.
3. Tahapan Operasional
Pelayanan terhadap sasaran layanan tidaklah melalui
kegiatan yang sifatnya acak, melainkan mengiktui aturan
serangkaian tahapan yang terencana dan sistematis dengan
mengikuti secara sungguh-sungguh:
a. Perencanaan berdasarkan kebutuhan
56
b. Pendayagunaan semua kekuatan seumber daya seacra
efektif dan efisien
c. Pengelolaan kegiatan berbasis kinerja; dengan
menerapkan standar prosedur operasional (SPO) jenis
layanan dan/atau kegiatan pendukung yang bersangkutan
d. Prinsip, asas, dan kode etik profesi
e. Peduli atas hasil layanan, dan motivasi altruistik konselor
Aplikasi tahapan operasional pelayanan konseling itu
terkait langsung kondisi dan kebutuhan sasaran layanan
yang menjadi fokus pelayanan konseling itu sendiri.
4. Format Layanan
Kegiatan pelayanan konseling terhadap sasaran layanan
yang di dalamnya memuat jenis-jenis layanan konseling,
kegiatan pendukung, dan tahapan oeprasional dapat
terlaksana dalam bentuk satuan layanan mrnurut bentuk atau
format sebagai berikut:
a. Format Individual, yaitu format layanan konseling yang
diaplikasikan secara langsung kepada satu orang klien.
b. Format Kelompok, yaitu format layanan konseling yang
diaplikasikan dengan memanfaatkan dinamika
kelompok.
c. Format Klasikal, yaitu format layanan konseling dalam
suasana kelas yang diikuti oleh sejumlah sasaran
layanan
d. Format Lapangan, yaitu format layanan konseling
dengan menggunakan unsur-unsur ataupun objek-objek
yang ada di lapangan, di luar kelas.
e. Format Komunikasi Khusus, yaitu cara khusus yang
ditempuh konselor dengan menghubungi pihak-pihak terkait yang dapat memberikan kemudahan tertentu
berkenaan dengan penanganan permasalahan klien
f. Format Jarak Jauh, yaitu kegiatan pelayanan yang
dilakukan melalui komunikasi jarak jauh antara
konselor dan sasaran layanan, seperti menggunakan
surat, telepon, handphone¸ atau bahkan fasilitas
teleconference.
B. PELAYANAN KONSELING DI SEKOLAH/ MADRASAH
22)
1. Pelayanan Konseling dalam Kurikulum: KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan kurikulum pendidikan yang diberlakukan untuk
setiap satuan pendidikan (sekolah/madrasah) yang
didasarkan pada Peraturan Materi Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah serta Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan
Dasar dan Menengah. KTSP meliputi tiga komponen, yaitu
komponen mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri. Komponen pengembangan diri terdiri
dari dua sub-komponen, yaitu pelayanan konseling dan
kegiatan ekstra kurikuler. KTSP yang meliputi tiga
komponen itu digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Pengertian kurikulum yang digunakan dalam KTSP
adalah “semua pengalaman belajar peserta didik yang
menjadi tanggung jawab satuan pendidikan”. Dengan
pengertian tersebut, selain mata pelajaran, yang termasuk
juga ke dalam kurikulum satuan pendidikan adalah muatan
lokal, pelayanan konseling, dan kegiatan ekstra kurikler.
Segenap komponen dan sub-komponen KTSP itu harus
benar-benar dikembangkan dan dilaksanakan secara penuh
oleh satuan pendidikan. Dengan demikian, komponen
KTSP pada satuan pendidikan dianggap lengkap apabila
meliputi seluruh komponen mata pelajaran, muatan lokal,
pelayanan konseling, dan kegiatan ekstra kurikuler.
Lebih jauh, tenaga pengampu masing-masing
komponen KTSP telah pula ditentukan. Mata pelajaran dan
muatan lokal diampu oleh guru, pelayanan konseling
diampu oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler
diampu oleh pembina khusus yang masing-masing
memiliki kewenangan dan kemampuan dalam bidang yang
diampunya itu. Pada era profesionalisasi, para pengampu
bidang-bidang yang dimaksud haruslah mereka yang benarbenar
profesional dalam bidangnya. Dalam kaitan ini,
pelayanan konseling, yang merupakan salah satu pokok isi
komponen KTSP, haruslah diampu oleh tenaga profesional
yang disebut Konselor.
Memenuhi trilogi profesinya konselor menguasai
kaidah-kaidah keilmuan pendidikan sebagaimana juga
dikuasai oleh guru. Dalam kaidah-kaidah keilmuan
pendidikan inilah konselor dan guru, dan juga para pendidik
lainnya bertemu. Konselor dan guru sama-sama sebagai
agen pembelajaran bagi para siswa dalam KTSP. Apabila
dalam praktik profesionalnya guru terfokus pada
pengembangan PMP (penguasaan materi pelajaran/bidang
studi) dan penanganan KPMP (kekurangan penguasaan
materi pelajaran) siswa dengan modus pengajaran untuk
mata pelajaran tertentu, maka konselor terfokus pada
pengembangan KES dan penanganan KES-T siswa dengan
modus pelayanan konseling yang meliputi sembilan jenis
layanan (yaitu layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan,
bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi dan
mediasi) serta enam kegiatan pendukung, yaitu aplikasi
instrumentasi, himpunan data, koferensi kasus, kunjungan
rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus). Di
sekolah/madrasah pengembangan potensi siswa, didukung
secara bersama-sama oleh praktik pembelajaran melalui
pengajaran bidang studi (oleh guru), praktik pembelajaran
melalui pelayanan konseling (oleh konselor), dan praktik
pembelajaran melalui kegiatan ekstrakurikuler (oleh
pembina khusus).
60
Dalam struktur dan komponen kurikulum (KTSP)
demikian itu kedudukan pelayanan konseling yang diampu
oleh konselor merupakan bagian integral dari kurikulum
dan posisinya sejajar dengan pengajaran bidang studi yang
diampu oleh guru. Dalam kondisi seperti itu, meskipun
konteks tugas konselor berbeda dari guru, namun keduanya
perlu bekerja sama seerat mungkin demi perkembangan
optimal peserta didik. Landasan kebersamaan tugas di
antara keduanya adalah penguasaan atas kaidah-kaidah
keilmuan pendidikan yang telah mereka pelajari dengan
sebaik-baiknya.
2. Pengelolaan Pelayanan Konseling Berbasis Kinerja
Pengelolaan kegiatan pelayanan konseling pada satuan
kerja (misalnya di sekolah/madrasah) diselenggarakan
dengan pola pengelolaan berbasis kinerja dengan
pengawasan/pembinaan yang efektif baik dari pihak interen
maupun eksteren sekolah/madrasah.
a. Kinerja Konselor
Pengelolaan pada dasarnya terfokus pada empat
pilar kegiatan, yaitu perencanaan (planning-P), pengorganisasian
(organizing-O), pelaksanaan (actuating-
A), dan pengontrolan (controlling-C). Pengelolaan
berbasis kinerja mendasarkan pelaksanaannya pada
kinerja konselor berkenaan dengan POAC
penyelenggaraan pelayanan konseling terhadap sasaran
pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya. Arah
POAC adalah :
a. P: Bagaimana konselor membuat perencanaan
layanan dan kegiatan pendukung, mulai dari
membuat program tahunan, semesteran, bulanan, dan mingguan sampai dengan harian (berupa SATLAN
dan SATKUNG) 23)
b. O: Bagaimana konselor mengorganisasikan
berbagai unsur dan sarana yang akan dilibatkan di
dalam kegiatan. Unsur-unsur ini meliputi unsur-unsur
personal (seperti peranan pimpinan sekolah, wali
kelas, guru, orang tua), sarana fisik dan lingkungan
(seperti ruangan dan mobiler, alat bantu seperti
komputer, film, dan objek-objek yang dikunjungi),
urusan administrasi, dana, dll.
c. A: Bagaimana konselor mewujudkan dalam praktik
jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung melalui
SPO masing-masing kegiatan yang telah
direncanakan dan diorganisasikan.
d. C: Bagaimana konselor mengontrol praktik
pelayanannya dalam bentuk penilaian hasil dan
mempertang-gungjawabkannya kepada stakeholders.
Kegiatan ini melibatkan peran pengawasan dan
pembinaan baik dari pihak interen maupun eksteren
satuan pendidikan (lembaga kerja), serta organisasi
profesi.
Kinerja konselor ditujukan kepada seluruh sasaran
pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya. Volume kerja
konselor secara berkala dipertanggungjawabkan kepada
pimpinan lembaga satuan pendidikan (lembaga kerja)
tempat konselor bertugas

b. Kinerja Konselor dalam Pengelolaan Satuan
Pendidikan
Unsur pengelolaan satuan pendidikan dapat
digambarkan melalui organigram sederhana sebagai
berikut:
Pimpinan
Sekolah/Madrasah
POAC
TU
POAC
Guru
POAC
Wali Kelas
POAC
Konselor
POAC
Siswa
Mekanisme pengelolaan:
1) Semua unsur dalam organigram tersebut (kecuali
unsur siswa) menyusun dan menyelenggarakan
POAC-nya sendiri dengan sebaik mungkin. POAC
konselor sebagaimana dikemukakan di atas
ditujukan kepada seluruh siswa yang menjadi
tanggung jawabnya (minimum 150 orang siswa)
dengan volume kerja pelayanan minimal 24 jam
pembelajaran per minggu.
2) Kondisi yang sangat menguntungkan terjadi apabila
semua unsur yang ada (terutama konselor, guru, wali
kelas, dan TU) saling mengharmonisasikan POAC–
POAC mereka dalam suasana kerjasama.
3) POAC pimpinan satuan pendidikan (kepala
sekolah/madrasah) mengkoordinasikan POACPOAC
semua unsur bawahannya untuk menciptakan
ketepatgunaan dan kedayagunaan yang optimal di
seluruh satuan pendidikan sesuai dengan fungsi dan
tugas pokok setiap unsur sekolah/madrasah
(lembaga kerja) secara keseluruhan.
c. Pengawasan Kegiatan
Kegiatan pelayanan konseling di
sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina
melalui kegiatan pengawasan.
1) Pemantauan/pengawasan/pembinaan kegiatan
pelayanan konseling dilakukan secara:
64
a) interen, oleh pimpinan satuan pendidikan
(lembaga kerja).
b) eksteren, oleh petugas yang ditunjuk atasan
satuan pendidikan (lembaga kerja).
c) ekstra kelembagaan (oleh pengawas, komite
sekolah, dan organisasi profesi).
2) Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional
konselor dan implementasi kegiatan pelayanan
konseling yang menjadi kewajiban dan tugas
konselor di satuan satuan pendidikan (lembaga
kerja).
3) Pengawasan kegiatan pelayanan konseling
dilakukan secara berkala, dan ditindaklanjuti untuk
peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan pelayanan konseling di satuan pendidikan
(lembaga kerja).
C. LAYANAN KONSELING DI LUAR SEKOLAH/
MADRASAH
Setting pelayanan konseling di luar persekolahan cukup
bervariasi dan semuanya merupakan lahan yang sangat
prospektif bagi Konselor untuk berkarya dan
mendarmabaktikan pelayanan fungsionalnya kepada
masyarakat luas. Sebagai pola pelayanan pada setting
persekolahan, pada berbagai setting yang lain pun, semua
modus pelayanan konseling di atas, disertai dengan kaidahkaidah
keilmuan dan teknologinya dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sasaran layanan masingmasing.
1. Konseling dalam Keluarga
Konselor dapat menyelenggarakan praktik pelayanan
konseling terhadap anggota kelurga yang memerlukannya,
menurut bidang layanan konseling 24), dan menggunakan
aspek-aspek modus pelayanan konseling yang tepat. Dalam
kondisi yang lebih jauh, peranan Konselor dalam keluarga
dapat berposisi sebagai “Konselor Keluarga”.
2. Konseling dalam Instansi/ Lembaga Kerja
Pelayanan konseling dalam instansi pada umumnya
dilaksanakan terhadap individu dewasa atau karyawan
dengan permasalahan karir. Namun demikian, tidak tertutup
kemungkinan anggota keluarga dari para karyawan yang
dimaksud juga memerlukan pelayanan konseling. Dalam
kaitan itu, Konselor yang berpraktik pada instansi/ lembaga
dapat berposisi sebagai “Konselor Instansi/Lembaga”,
bahkan bisa dengan status pegawai negeri.
3. Konseling dalam Organisasi/ Lembaga Kemasyarakatan
Pelayanan konseling dalam organisasi kemasyarakatan
seringkali sifatnya tidak permanen dan sangat
tergantung pada pimpinan organisasi tersebut. Sedangkan
dalam lembaga kemasyarakatan, seperti panti asuhan,
sifatnya bisa relatif lebih permanen.
24) Bidang pelayanan konseling, sesuai dengan tahap perkembangan sasaran
layanan, yaitu untuk semua individu bidang pengembangan pribadi, sosial,
belajar dan karir, serta ditambah untuk individu dewasa kehidupan
berkeluarga dan beragama.
4. Konseling di Perguruan Tinggi
Secara struktur kelembagaan perguruan tinggi lebih
banyak persamaannya dengan sekolah/ madrasah; yang
sangat berbeda adalah peserta didiknya, yaitu mahasiswa
yang seluruhnya adalah oerang dewasa. Oleh karenanya,
penyelenggaraan pelayanan konseling di perguruan tinggi
pada umumnya sejalan dengan apa yang dapat terselenggara
di sekolah/ madrasah, sesuai dengan sasaran individu yang
telah dewasa.
5. Kegiatan Pelayanan Konseling Mandiri (Privat)
Kegiatan pelayanan konseling privat benar-benar
merupakan kewenangan khas bagi para lulusan program
PPK dengan gelar profesi Konselor (Kons.) Kedudukan
dan sifat kegiatan pelayananan privat profesi konseling itu
kurang lebih sama dengan praktik privat para dokter.
Untuk ini Konselor memerlukan izin praktik yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi konseling

TRILOGI PROFESI KONSELOR

Dikuasainya dan diterapkannya trilogi profesi konselor
merupakan kunci bagi suksesnya profesionalisasi bidang konseling.
Seluruh upaya dalam gerakan profesionalisasi tersebut di arahkan
kepada pembinaan konselor yang benar-benar menguasai trilogy
profesi konselor dan terandalkan dalam penerapannya.
A. KONSELOR SEBAGAI PENDIDIK
Menurut peraturan perundangan, keterkaitan konselor
dengan pendidik dapat dilihat pada pasal/ayat aturan
perundangan berikut:
• Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(UU No. 20/2003 Pasal 1 Butir 1).
• Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor10),
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (UU No. 20/2003 Pasal
1 Butir 6).
• Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (UU
No. 20/2003 Pasal 39 Ayat 2).
Dari kutipan di atas amatlah jelas bahwa konselor adalah
pendidik, setara dengan jenis-jenis pendidik lainnya, seperti guru,
dosen, widyaiswara, dan lain-lain yang tentu saja dikenai oleh tugastugas
fungsional berkenaan dengan kegiatan pendidikan pada
umumnya. Tugas fungsional pokok dan mendasar bagi semua
pendidik sebagaimana tercantum dalam aturan perundangan itu
adalah kegiatan berkenaan dengan :
• Belajar dan pembelajaran
• Pembimbingan
• Pelatihan
• Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (khusus
untuk pendidik di perguruan tinggi).
Dengan demikian amat jelas pula bahwa tugas semua
pendidik, tidak hanya guru, tidak terkecuali konselor, adalah
melakukan kegiatan atau pelayanan kepada peserta didik agar
peserta didik itu melakukan kegiatan belajar dan mengikuti
proses pembelajaran, serta pembimbingan11) dan/atau pelatihan12) yang diselenggarakan oleh pendidik. Apabila pada
ayat tentang pengertian pendidikan yang dikutip di atas disebut
“agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya”, hal itupun hanya bisa dicapai melalui kegiatan belajar
dan proses pembelajaran, pembimbingan dan/atau pelatihan
yang dijalani oleh peserta didik. Lebih jauh, apabila pada ayat
tersebut dikemukakan (peserta didik) “memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, dan keterampilan”, itupun pencapaian hanya bisa
melalui kegiatan dan pembelajaran pembimbingan dan/atau
pelatihan. Kegiatan pembimbingan yang menjadi tugas semua
pendidik, tidak hanya konselor, tidak lain adalah untuk
memperkuat peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar
dan menjalani proses pembelajaran pembimbingan dan/atau
pelatihan. Apa yang dimaksudkan oleh peraturan perundangan
itu sesuai dengan kaidah pokok keilmuan pendidikan yang
menyatakan bahwa tidak ada pendidikan tanpa kegiatan
belajar dan proses pembelajaran, atau dengan kata-kata lain:
pendidikan hanya dapat terselenggara melalui kegiatan belajar
dan proses pembelajaran yang dijalani/diikuti oleh peserta
didik.
Dengan pengertian tersebut di atas, konselor sebagai
pendidik, sebagaimana juga pendidik-pendidik lainnya, pastilah
menanggung kewajiban untuk mengembangkan situasi di mana
peserta ini melakukan kegiatan belajar dan mengikuti proses
pembelajaran, serta mengikuti pembimbingan dan/atau
pelatihan yang diselenggarakan pendidik13). Hal yang seringkali
dipersoalkan adalah, kalau semua pendidik berurusan dengan
kegiatan belajar, proses pembelajaran pembimbingan dan/atau
pelatihan terhadap peserta didik, lalu apa beda antara jenis
pendidik yang satu dengan yang lainnya? Inilah permasalahan yang orang sering menyebutnya sebagai konteks tugas dan
ekspektasi kinerja.
Kita lihat misalnya guru dan konselor. Memang perlu
dipertanyakan dan dijawab dengan tegas, apa konteks tugas dan
dan ekspektasi kinerja masing-masing bagi guru dan konselor;
kalau tidak, akan muncul kerancuan yang membingungkan dan
bahkan menyesatkan. Ada orang yang menyatakan bahwa di
satu sisi guru menggunakan materi pembelajaran sebagai
konteks layanan, sedangkan di sisi lain konselor tidak
menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan.
Ini merupakan salah satu contoh pernyataan yang
membingungkan dan sekaligus agaknya menyesatkan. Pertama,
mengapa untuk guru disebutkan digunakan kata pembelajaran,
sedangkan konselor tidak, padahal semua pendidik, termasuk
guru dan konselor, berkewajiban menyelenggarakan proses
pembelajaran? Apakah ini bukan penyesatan terhadap makna
aturan perundangan tersebut di atas? Kedua, mengapa hanya
guru yang disebutkan menggunakan materi pembelajaran, dan
apakah konselor tidak menggunakan materi pembelajaran
tertentu dalam membelajarkan peserta didik (dalam hal ini
klien)? Kalau tidak ada materi pembelajaran yang digunakan
konselor, konselor menggunakan apa? Materi layanan
konselingnya apa? Apakah layanan konseling bukan layanan
pembelajaran dan materi yang ada di dalamnya bukan materi
pembelajaran? Pertanyaan-pertanyaan tersebut timbul karena
adanya konsep yang membingungkan. Ketiga, mungkin orang
yang mengemukakan pernyataan tersebut mengira bahwa
“materi pembelajaran” yang dimaksudkan undang-undang
wujudnya hanyalah materi pelajaran seperti Fisika, IPS, IPA,
Matematika di SD, SMP, SMA dan sebagainya. Kalau itu
maksudnya, memang benar bahwa itu adalah materi
pembelajaran sebagai bentuk tugas guru, bukan konselor.
Tetapi, apakah materi pembelajaran yang dimaksudkan oleh
undang-undang hanya berupa materi-materi pelajaran di
sekolah-sekolah seperti itu saja ? sesungguhnyalah, materi pembelajaran dapat berupa segala sesuatu yang layak dan dapat
dipelajari oleh peserta didik, tidak hanya materi pelajaran di
sekolah. Materi kemampuan mengenal diri, sikap, kebiasaan
dan keterampilan belajar, pengembangan bakat dan minat serta
pilihan karir, dan lain sebagainya, semunya merupakan materi
yang perlu dipelajari oleh peserta didik melalui kegiatan belajar
dan proses pembelajaran yang dijalani peserta didik melalui
hubungannya dengan pendidik.
Apa yang dibedakan orang tentang konteks tugas guru dan
konteks tugas konselor seperti tersebut di atas, ternyata justru
membingungkan dan tidak mencapai sasaran sebagaimana
diinginkan. Sebenarnya secara lebih mudah, perbedaan antara
konteks tugas guru dan konteks tugas konselor dapat dilihat
dari dua hal yaitu (a) materi pembelajaran, dan (b) cara
pembelajaran. Meteri pembelajaran oleh guru adalah materi
pembelajaran bidang studi yang diselenggarakan dengan cara
mengajar, sedangkan materi pembelajaran konselor adalah
pengembangan kemampuan pribadi, penyesuaian diri, sikap dan
kebiasaan belajar, pilihan karir, dsb. Dengan cara seperti itu apa
yang dimaksud dengan konteks tugas dan ekspektasi kinerja
guru dan konselor menjadi jelas. Uraian selanjutnya tentang
perbandingan antara konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru
dan konselor, keduanya sebagai pendidik profesional, dapat
dibaca pada pembahasan tentang trilogi profesi.
Lebih jauh, peraturan perundangan menyebutkan:
• Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional (PP No
19/2005 Pasal 28 Butir 1).
• Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan
anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagogik
b. Kompetensi kepribadian
c. Kompetensi profesional
d. Kompetensi sosial (sda. Pasal 28 Ayat 3)
Dengan tegas, peraturan mengemukakan bahwa pendidik
merupakan agen pembelajaran, artinya pendidik sebagai
pengajar, pendorong dan pembangkit motivasi belajar peserta
didik dalam kegiatan mandiri maupun melalui proses
pembelajaran, pembimbingan/pelatihan yang dikelola oleh
pendidik. Dengan demikian adalah menjadi tugas pendidik,
termasuk konselor, untuk tidak bosan-bosannya, didasari oleh
motivasi altruistik, mengupayakan agar peserta didik belajar
dan menjalani proses pembelajaran pembimbingan/pelatihan
dengan sepenuh daya untuk pengembangan dirinya secara
optimal. Untuk itu pendidik perlu memiliki kompetensi yang
dikategorikan sebagai kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional dan sosial. Permendiknas No. 27/2008 tentang
SKAKK secara jelas merinci unsur-unsur keempat kategori
kompetensi itu bagi konselor, yang adalah pendidik.
B. KOMPONEN TRILOGI PROFESI KONSELOR
1. Ilmu Pendidikan
Konselor diwajibkan menguasai ilmu pendidikan
sebagai dasar dari keseluruhan kinerja profesionalnya
dalam bidang pelayanan konseling, karena konselor
digolongkan ke dalam kualifikasi pendidik; dan oleh
karenanya pula kualifikasi akademik seorang konselor
pertama-tama adalah Sarjana Pendidikan. Dengan
keilmuan inilah konselor akan menguasai dengan baik
kaidah-kaidah keilmuan pendidikan sebagai dasar dalam
memahami peserta didik (sebagai sasaran pelayanan
konseling) dan memahami seluk beluk proses
pembelajaran yang akan dijalani peserta didik (dalam hal
ini klien) melalui modus pelayanan konseling. Dalam hal
ini proses konseling tidak lain adalah proses pembelajaran
yang dijalani oleh sasaran layanan (klien) bersama konselornya. Dalam arti yang demikian pulalah, konselor
sebagai pendidik diberi label juga sebagai agen
pembelajaran.14)
2. Substansi Profesi Konseling
Di atas kaidah-kaidah ilmu pendidikan itu konselor
membangun substansi profesi konseling yang meliputi
objek praktis spesifik profesi konseling, pendekatan, dan
teknologi pelayanan, pengelolaan dan evaluasi, serta
kaidah-kaidah pendukung yang diambil dari bidang
keilmuan lain. Semua subtansi tersebut menjadi isi dan
sekaligus fokus pelayanan konseling. Secara keseluruhan
substansi tersebut dikemas sebagai modus pelayanan
konseling 15)
Objek praktis spesifik yang menjadi fokus
pelayanan konseling adalah kehidupan efektif sehari-hari
(KES). Dalam hal ini, sasaran pelayanan konseling adalah
(a) kondisi KES yang dikehendaki untuk dikembangkan,
dan (b) kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang
terganggu (KES-T). Dengan demikian, pelayanan
konseling pada dasarnya adalah upaya pelayanan dalam
pengembangan KES dan penanganan KES-T.
Kehidupan efektif sehari-hari (KES) dapat
diwujudkan oleh individu setiap saat, di sembarang tempat
dan pada berbagai kondisi dalam kehidupan individu, yaitu
di dalam keluarga, dalam hubungan sosial, kegiatan
pendidikan, karir, keagamaan, politik, ekonomi, seni-budaya, olahraga, dan lain-lain, serta dalam kehidupan
pribadi individual yang paling menyendiri sekalipun. KES
itu terselenggara dalam suasana sadar tujuan, nyaman dan
menyegarkan, merangsang dan menantang timbulnya rasa
bahagia dan suasana positif lainnya, didukung kompetensi
dan perencanaan yang memadai, dan diwarnai oleh suasana
moral sosial-spiritual/religius yang sesuai dan/atau
diharapkan. Sebaliknya, dalam kondisi tertentu, individu
juga dimungkinkan berada dalam kondisi kehidupan
“efektif sehari-hari” yang terkendala (KES-T). Dalam
kondisi KES-T (terganggu, terhambat, tersakiti, terugikan,
terzalimi, ternoda, tersingkir, dan lain-lain) individu
mengalami kesulitan, kesusahan, kekurangan,
ketidakwajaran, kecewa, dan suasana-suasana lain yang
membuatnya tidak bahagia, tidak berdaya, tidak berhasil,
tidak menepati peraturan, dan berbagai suasana lain yang
tidak diinginkan. Kondisi KES-T itu ditandai oleh salah
satu atau lebih gejala rasa aman terganggu, kompetensi
tidak memadai dan/atau tidak teraplikasikan, aspirasi
terlalu tinggi atau terlalu rendah, semangat terdegradasi,
dan kesempatan yang ada terbuang sia-sia.
Kondisi KES itulah yang diharapkan dominan ada
ataupun terjadi dan diterjadikan oleh individu sepanjang
hidupnya. Dalam pada itu, KES-T yang terjadi mestilah
ditangani segera agar tidak berlarut-larut atau bahkan
menimbulkan KES-T – KES-T baru, dan agar kondisi KES
terjelang kembali. Arah yang diharapkan adalah, individu
yang bersangkutan mampu memperkembangkan dan memterjadi-
kan kondisi KES pada dirinya sendiri, sekaligus
aspek-aspek positifnya terimbaskan kepada lingkungan
sekitarnya. Lebih jauh, adalah sangat menggembirakan
apabila kondisi KES-T yang dialami individu (a) tidak
mengimbaskan hal-hal negatif kepada lingkungan, (b)
dapat diatasi oleh individu itu sendiri, dan (c) dapat
dimanfaatkan oleh individu itu untuk memperkuat dan lebih mendorong kemampuan dan terjadinya KES pada
dirinya. Itulah yang dimaksud dengan kemandirian positifdinamis.
Demikianlah objek praktis spesifik profesi
konseling, yaitu pengembangan kemampuan KES dan
penanganan kondisi KES-T individu pada segenap aspek
kehidupan dan tahap perkembangannya menuju
kemandirian positif-dinamis dirinya.