Seorang pendidik profesional dalam bidang konseling, yaitu
konselor yang sudah memegang gelar profesi Konselor (Kons.)
memiliki kewenangan untuk berpraktik menyelenggarakan proses
pembelajaran dengan menggunakan modus pelayanan konseling
terhadap sasaran layanan, baik apda setting persekolahan maupun
di luar persekolahan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
seorang pemegang gelar profesi Konselor memiliki semacam
“perluasan kewenangan” tidak hanya untuk bekerja pada setting
pendidikan formal saja, melainkan juga pada setting lainnya juga
di luar persekolahan. Kewenangan yang lebih luas ini membuat
profesi konseling memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam
menampilkan dan menjaga kemartabatannya.20)
A. MODUS PELAYANAN KONSELING 21)
Modus pelayanan konseling merupakan bentuk proses
pembelajaran yang diselenggarakan oleh konselor yang
terkandung di dalamnya jenis layanan konseling, kegiatan
pendukung, tahapan operasional, format pelayanan yang secara
menyeluruh disusun/ direncanakan oleh konselor demi
suksesnya elayanan tersebut untuk kepentingan sasaran
layanan.
1. Jenis Layanan
Sebagaimana telah disinggung terdahulu, ada Sembilan
jenis layanan konseling yang dapat digunakan pada semua
setting pelayanan., dalam wilayah persekolahan maupun di
luar persekolahan, yaitu:
a. Layanan Orientasi
b. Layanan Informasi
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran
d. Layanan Penguasaan Konten
e. Layanan Konseling Perorangan
f. Layanan Bimbingan Kelompok
g. Layanan Konseling Kelompok
h. Layanan Konsultasi
i. Layanan Mediasi
Sebagai metode dan cara-cara pelayanan terhadap klien,
jenis-jenis layanan tersebut di atas merupakan “kekayaan”
konselor yang sewaktu-waktu dapat dikeluarkan dan
diterapkan dalam praktik pelayanan profesionalnya. Masingmasing
jenis layanan itu dapat secara sendiri-sendiri ataupun
juga secara eklektik digunakan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan klien.
2. Jenis Kegiatan Pendukung
Untuk menyokong suksesnya aplikasi berbagai jenis
layanan konseling tersebut di atas, sejumlah kegiatan
pendukung perlu diaktifkan oleh konselor, yaitu:
a. Aplikasi instrumentasi
b. Himpunan Data
c. Konferensi Kasus
d. Tampilan Kepustakaan
e. Kunjungan Rumah
f. Alihtangan Kasus
Dari sejumlah kegiatan pendukung itu, yang sedapatdapatnya
tidak perlu dilakukan adalah “alih tangan kasus”,
dalam arti konselor benar-benar mampu menyelenggarakan
pelayanan yang benar-benar berhasil sesuai dengan
kebutuhan klien yang memerlukan bantuan. Itu tidaklah
berarti bahwa adalah sesuatu yang tabu bagi konselor untuk
mengalihtangankan kasus kepada ahli nyang berwenang,
terlebih-lebih lagi apabila konselor mengingat “daerah
larangan” untuk menggarapnya, yaitu kondisi sasaran
layanan (klien) yang terkait dengan penyakit (penyakit fisik
dan mental), kriminal, keabnormalan akut, ilmu hitam
seperti guna-guna dsb, serta peredaran narkoba. Aplikasi
kegiatan pendukung sangat tergantung pada kondisi jenis
layanan yang digunakan oleh konselor dalam melayani
kliennya.
3. Tahapan Operasional
Pelayanan terhadap sasaran layanan tidaklah melalui
kegiatan yang sifatnya acak, melainkan mengiktui aturan
serangkaian tahapan yang terencana dan sistematis dengan
mengikuti secara sungguh-sungguh:
a. Perencanaan berdasarkan kebutuhan
56
b. Pendayagunaan semua kekuatan seumber daya seacra
efektif dan efisien
c. Pengelolaan kegiatan berbasis kinerja; dengan
menerapkan standar prosedur operasional (SPO) jenis
layanan dan/atau kegiatan pendukung yang bersangkutan
d. Prinsip, asas, dan kode etik profesi
e. Peduli atas hasil layanan, dan motivasi altruistik konselor
Aplikasi tahapan operasional pelayanan konseling itu
terkait langsung kondisi dan kebutuhan sasaran layanan
yang menjadi fokus pelayanan konseling itu sendiri.
4. Format Layanan
Kegiatan pelayanan konseling terhadap sasaran layanan
yang di dalamnya memuat jenis-jenis layanan konseling,
kegiatan pendukung, dan tahapan oeprasional dapat
terlaksana dalam bentuk satuan layanan mrnurut bentuk atau
format sebagai berikut:
a. Format Individual, yaitu format layanan konseling yang
diaplikasikan secara langsung kepada satu orang klien.
b. Format Kelompok, yaitu format layanan konseling yang
diaplikasikan dengan memanfaatkan dinamika
kelompok.
c. Format Klasikal, yaitu format layanan konseling dalam
suasana kelas yang diikuti oleh sejumlah sasaran
layanan
d. Format Lapangan, yaitu format layanan konseling
dengan menggunakan unsur-unsur ataupun objek-objek
yang ada di lapangan, di luar kelas.
e. Format Komunikasi Khusus, yaitu cara khusus yang
ditempuh konselor dengan menghubungi pihak-pihak terkait yang dapat memberikan kemudahan tertentu
berkenaan dengan penanganan permasalahan klien
f. Format Jarak Jauh, yaitu kegiatan pelayanan yang
dilakukan melalui komunikasi jarak jauh antara
konselor dan sasaran layanan, seperti menggunakan
surat, telepon, handphone¸ atau bahkan fasilitas
teleconference.
B. PELAYANAN KONSELING DI SEKOLAH/ MADRASAH
22)
1. Pelayanan Konseling dalam Kurikulum: KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan kurikulum pendidikan yang diberlakukan untuk
setiap satuan pendidikan (sekolah/madrasah) yang
didasarkan pada Peraturan Materi Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah serta Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan
Dasar dan Menengah. KTSP meliputi tiga komponen, yaitu
komponen mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri. Komponen pengembangan diri terdiri
dari dua sub-komponen, yaitu pelayanan konseling dan
kegiatan ekstra kurikuler. KTSP yang meliputi tiga
komponen itu digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Pengertian kurikulum yang digunakan dalam KTSP
adalah “semua pengalaman belajar peserta didik yang
menjadi tanggung jawab satuan pendidikan”. Dengan
pengertian tersebut, selain mata pelajaran, yang termasuk
juga ke dalam kurikulum satuan pendidikan adalah muatan
lokal, pelayanan konseling, dan kegiatan ekstra kurikler.
Segenap komponen dan sub-komponen KTSP itu harus
benar-benar dikembangkan dan dilaksanakan secara penuh
oleh satuan pendidikan. Dengan demikian, komponen
KTSP pada satuan pendidikan dianggap lengkap apabila
meliputi seluruh komponen mata pelajaran, muatan lokal,
pelayanan konseling, dan kegiatan ekstra kurikuler.
Lebih jauh, tenaga pengampu masing-masing
komponen KTSP telah pula ditentukan. Mata pelajaran dan
muatan lokal diampu oleh guru, pelayanan konseling
diampu oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler
diampu oleh pembina khusus yang masing-masing
memiliki kewenangan dan kemampuan dalam bidang yang
diampunya itu. Pada era profesionalisasi, para pengampu
bidang-bidang yang dimaksud haruslah mereka yang benarbenar
profesional dalam bidangnya. Dalam kaitan ini,
pelayanan konseling, yang merupakan salah satu pokok isi
komponen KTSP, haruslah diampu oleh tenaga profesional
yang disebut Konselor.
Memenuhi trilogi profesinya konselor menguasai
kaidah-kaidah keilmuan pendidikan sebagaimana juga
dikuasai oleh guru. Dalam kaidah-kaidah keilmuan
pendidikan inilah konselor dan guru, dan juga para pendidik
lainnya bertemu. Konselor dan guru sama-sama sebagai
agen pembelajaran bagi para siswa dalam KTSP. Apabila
dalam praktik profesionalnya guru terfokus pada
pengembangan PMP (penguasaan materi pelajaran/bidang
studi) dan penanganan KPMP (kekurangan penguasaan
materi pelajaran) siswa dengan modus pengajaran untuk
mata pelajaran tertentu, maka konselor terfokus pada
pengembangan KES dan penanganan KES-T siswa dengan
modus pelayanan konseling yang meliputi sembilan jenis
layanan (yaitu layanan orientasi, informasi, penempatan dan
penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan,
bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi dan
mediasi) serta enam kegiatan pendukung, yaitu aplikasi
instrumentasi, himpunan data, koferensi kasus, kunjungan
rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus). Di
sekolah/madrasah pengembangan potensi siswa, didukung
secara bersama-sama oleh praktik pembelajaran melalui
pengajaran bidang studi (oleh guru), praktik pembelajaran
melalui pelayanan konseling (oleh konselor), dan praktik
pembelajaran melalui kegiatan ekstrakurikuler (oleh
pembina khusus).
60
Dalam struktur dan komponen kurikulum (KTSP)
demikian itu kedudukan pelayanan konseling yang diampu
oleh konselor merupakan bagian integral dari kurikulum
dan posisinya sejajar dengan pengajaran bidang studi yang
diampu oleh guru. Dalam kondisi seperti itu, meskipun
konteks tugas konselor berbeda dari guru, namun keduanya
perlu bekerja sama seerat mungkin demi perkembangan
optimal peserta didik. Landasan kebersamaan tugas di
antara keduanya adalah penguasaan atas kaidah-kaidah
keilmuan pendidikan yang telah mereka pelajari dengan
sebaik-baiknya.
2. Pengelolaan Pelayanan Konseling Berbasis Kinerja
Pengelolaan kegiatan pelayanan konseling pada satuan
kerja (misalnya di sekolah/madrasah) diselenggarakan
dengan pola pengelolaan berbasis kinerja dengan
pengawasan/pembinaan yang efektif baik dari pihak interen
maupun eksteren sekolah/madrasah.
a. Kinerja Konselor
Pengelolaan pada dasarnya terfokus pada empat
pilar kegiatan, yaitu perencanaan (planning-P), pengorganisasian
(organizing-O), pelaksanaan (actuating-
A), dan pengontrolan (controlling-C). Pengelolaan
berbasis kinerja mendasarkan pelaksanaannya pada
kinerja konselor berkenaan dengan POAC
penyelenggaraan pelayanan konseling terhadap sasaran
pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya. Arah
POAC adalah :
a. P: Bagaimana konselor membuat perencanaan
layanan dan kegiatan pendukung, mulai dari
membuat program tahunan, semesteran, bulanan, dan mingguan sampai dengan harian (berupa SATLAN
dan SATKUNG) 23)
b. O: Bagaimana konselor mengorganisasikan
berbagai unsur dan sarana yang akan dilibatkan di
dalam kegiatan. Unsur-unsur ini meliputi unsur-unsur
personal (seperti peranan pimpinan sekolah, wali
kelas, guru, orang tua), sarana fisik dan lingkungan
(seperti ruangan dan mobiler, alat bantu seperti
komputer, film, dan objek-objek yang dikunjungi),
urusan administrasi, dana, dll.
c. A: Bagaimana konselor mewujudkan dalam praktik
jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung melalui
SPO masing-masing kegiatan yang telah
direncanakan dan diorganisasikan.
d. C: Bagaimana konselor mengontrol praktik
pelayanannya dalam bentuk penilaian hasil dan
mempertang-gungjawabkannya kepada stakeholders.
Kegiatan ini melibatkan peran pengawasan dan
pembinaan baik dari pihak interen maupun eksteren
satuan pendidikan (lembaga kerja), serta organisasi
profesi.
Kinerja konselor ditujukan kepada seluruh sasaran
pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya. Volume kerja
konselor secara berkala dipertanggungjawabkan kepada
pimpinan lembaga satuan pendidikan (lembaga kerja)
tempat konselor bertugas
b. Kinerja Konselor dalam Pengelolaan Satuan
Pendidikan
Unsur pengelolaan satuan pendidikan dapat
digambarkan melalui organigram sederhana sebagai
berikut:
Pimpinan
Sekolah/Madrasah
POAC
TU
POAC
Guru
POAC
Wali Kelas
POAC
Konselor
POAC
Siswa
Mekanisme pengelolaan:
1) Semua unsur dalam organigram tersebut (kecuali
unsur siswa) menyusun dan menyelenggarakan
POAC-nya sendiri dengan sebaik mungkin. POAC
konselor sebagaimana dikemukakan di atas
ditujukan kepada seluruh siswa yang menjadi
tanggung jawabnya (minimum 150 orang siswa)
dengan volume kerja pelayanan minimal 24 jam
pembelajaran per minggu.
2) Kondisi yang sangat menguntungkan terjadi apabila
semua unsur yang ada (terutama konselor, guru, wali
kelas, dan TU) saling mengharmonisasikan POAC–
POAC mereka dalam suasana kerjasama.
3) POAC pimpinan satuan pendidikan (kepala
sekolah/madrasah) mengkoordinasikan POACPOAC
semua unsur bawahannya untuk menciptakan
ketepatgunaan dan kedayagunaan yang optimal di
seluruh satuan pendidikan sesuai dengan fungsi dan
tugas pokok setiap unsur sekolah/madrasah
(lembaga kerja) secara keseluruhan.
c. Pengawasan Kegiatan
Kegiatan pelayanan konseling di
sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina
melalui kegiatan pengawasan.
1) Pemantauan/pengawasan/pembinaan kegiatan
pelayanan konseling dilakukan secara:
64
a) interen, oleh pimpinan satuan pendidikan
(lembaga kerja).
b) eksteren, oleh petugas yang ditunjuk atasan
satuan pendidikan (lembaga kerja).
c) ekstra kelembagaan (oleh pengawas, komite
sekolah, dan organisasi profesi).
2) Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional
konselor dan implementasi kegiatan pelayanan
konseling yang menjadi kewajiban dan tugas
konselor di satuan satuan pendidikan (lembaga
kerja).
3) Pengawasan kegiatan pelayanan konseling
dilakukan secara berkala, dan ditindaklanjuti untuk
peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan pelayanan konseling di satuan pendidikan
(lembaga kerja).
C. LAYANAN KONSELING DI LUAR SEKOLAH/
MADRASAH
Setting pelayanan konseling di luar persekolahan cukup
bervariasi dan semuanya merupakan lahan yang sangat
prospektif bagi Konselor untuk berkarya dan
mendarmabaktikan pelayanan fungsionalnya kepada
masyarakat luas. Sebagai pola pelayanan pada setting
persekolahan, pada berbagai setting yang lain pun, semua
modus pelayanan konseling di atas, disertai dengan kaidahkaidah
keilmuan dan teknologinya dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sasaran layanan masingmasing.
1. Konseling dalam Keluarga
Konselor dapat menyelenggarakan praktik pelayanan
konseling terhadap anggota kelurga yang memerlukannya,
menurut bidang layanan konseling 24), dan menggunakan
aspek-aspek modus pelayanan konseling yang tepat. Dalam
kondisi yang lebih jauh, peranan Konselor dalam keluarga
dapat berposisi sebagai “Konselor Keluarga”.
2. Konseling dalam Instansi/ Lembaga Kerja
Pelayanan konseling dalam instansi pada umumnya
dilaksanakan terhadap individu dewasa atau karyawan
dengan permasalahan karir. Namun demikian, tidak tertutup
kemungkinan anggota keluarga dari para karyawan yang
dimaksud juga memerlukan pelayanan konseling. Dalam
kaitan itu, Konselor yang berpraktik pada instansi/ lembaga
dapat berposisi sebagai “Konselor Instansi/Lembaga”,
bahkan bisa dengan status pegawai negeri.
3. Konseling dalam Organisasi/ Lembaga Kemasyarakatan
Pelayanan konseling dalam organisasi kemasyarakatan
seringkali sifatnya tidak permanen dan sangat
tergantung pada pimpinan organisasi tersebut. Sedangkan
dalam lembaga kemasyarakatan, seperti panti asuhan,
sifatnya bisa relatif lebih permanen.
24) Bidang pelayanan konseling, sesuai dengan tahap perkembangan sasaran
layanan, yaitu untuk semua individu bidang pengembangan pribadi, sosial,
belajar dan karir, serta ditambah untuk individu dewasa kehidupan
berkeluarga dan beragama.
4. Konseling di Perguruan Tinggi
Secara struktur kelembagaan perguruan tinggi lebih
banyak persamaannya dengan sekolah/ madrasah; yang
sangat berbeda adalah peserta didiknya, yaitu mahasiswa
yang seluruhnya adalah oerang dewasa. Oleh karenanya,
penyelenggaraan pelayanan konseling di perguruan tinggi
pada umumnya sejalan dengan apa yang dapat terselenggara
di sekolah/ madrasah, sesuai dengan sasaran individu yang
telah dewasa.
5. Kegiatan Pelayanan Konseling Mandiri (Privat)
Kegiatan pelayanan konseling privat benar-benar
merupakan kewenangan khas bagi para lulusan program
PPK dengan gelar profesi Konselor (Kons.) Kedudukan
dan sifat kegiatan pelayananan privat profesi konseling itu
kurang lebih sama dengan praktik privat para dokter.
Untuk ini Konselor memerlukan izin praktik yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi konseling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar